Thursday, August 30, 2007

Bebaskan Beragama.....

...Selanjutnya terkait dengan isi dari Peraturan Bersama tersebut ijinkan saya menegaskan bahwa intinya Peraturan Bersama itu memuat 3 (tiga) pedoman pokok yaitu pedoman tentang tugas-tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama sebagai bagian penting dari kerukunan nasional, masalah pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), dan masalah pendirian rumah ibadat.

Ini adalah point dari Perber (Peraturan Bersama) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006.


Terkait dengan syarat-syarat pendirian rumah ibadat yang dalam Peraturan Bersama Menteri termuat pada pasal 13 dan 14, dapat kami jelaskan bahwa Peraturan Bersama ini memandang pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa. Apabila keperluan nyata dan sungguh-sungguh itu tidak dapat terwujudkan pada tingkat kelurahan/desa, maka penilaian keperluan nyata dan sungguh-sungguh dilakukan pada tingkat kecamatan. Demikian pula apabila pada tingkat kecamatan pun keperluan nyata dan sungguh­sungguh itu belum terwujud, maka penilaian dilakukan pada tingkat kabupaten/kota, dan apabila pada tingkat kabupaten/kota belum terwujud, maka penilaian keperluan nyata dan sungguh-sungguh itu dilakukan pada tingkat provinsi. Hal ini berarti bahwa tidak akan ada umat beragama yang tidak terlayani untuk mendirikan rumah ibadat di negeri ini. Hanya saja memang ada rumah ibadat yang melayani umat dari suatu kelurahan/desa, ada rumah ibadat yang melayani umat dari beberapa kelurahan/desa di satu kecamatan dan mungkin juga ada rumah ibadat yang melayani gabungan umat dari beberapa kecamatan dalam suatu kabupaten/kota. Dengan demikian pengaturan ini tidak melanggar kekebasan beragama sebagaimana tertuang pada pasal 29 UUD 1945.

Apakah hal ini sudah terealisasi? Kontradiktif tidak yah, antara inti Perber ini dengan Jiwa Pasal 29 UUD ’45?

Mengenai keharusan memiliki jumlah calon pengguna rumah ibadat sebanyak 90 orang, dapat kami jelaskan bahwa angka itu diperoleh setelah mempelajari kearifan lokal di tanah air. Seperti diketahui sejumlah gubernur telah melakukan pengaturan tentang hal ini. Di Provinsi Riau misalnya diatur jumlah syarat minimal adalah 40 KK, di Sulawesi Tenggara diatur jumlah syarat minimal 50 KK, dan di Bali diatur jumlah syarat minimal itu 100 KK. Apabila sebuah KK minimal terdiri atas 2 orang, maka Provinsi Bali sebenarnya selama ini telah menempuh persyaratan minimal 200 orang, sementara Riau dan Sulawesi Tenggara masing-masing menerapkan persyaratan minimal 80 orang dan 100 orang. Bertolak dari angka-angka tersebut dan setelah mengadakan musyawarah secara intensif, para wakil majelis agama menyepakati jumlah 90 orang tersebut. Ini berarti bahwa yang disebut keperluan nyata dan sungguh-sungguh itu adalah apabila calon pengguna rumah ibadat mencapai angka 90 orang dewasa yang dapat berasal dari 20, 30, atau 40 KK.

Tentang jumlah jamaah, apakah benar telah mempelajari kearifan lokal tanah air? Alangkah sedihnya yah tidak bisa beribadah dengan penuh keutamaan di desa sendiri, hanya karena kurang jamaahnya...


Terkait dengan persyaratan dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang, dapat kami jelaskan bahwa angka itu sebenarnya menjadi tidak mutlak, karena pada bagian berikutnya dikatakan bahwa apabila dukungan masyarakat setempat yaitu 60 orang itu tidak terpenuhi sedangkan calon pengguna rumah ibadat sudah memenuhi keperluan nyata dan sungguh-sungguh, maka pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat. Ini berarti bahwa sekelompok umat beragama yang telah memenuhi keperluan nyata dan sungguh­sungguh tidak akan ditolak keinginannya untuk mendirikan rumah ibadat, hanya saja lokasinya mungkin digeser sedikit ke wilayah lain yang lebih mendapat dukungan masyarakat setempat.

Kenapa sepertinya, alih-alih peraturan bersama ini menjadi media atau alat untuk menjaga perdamaian dan menjadi aturan yang berorientasi pada pemeliharaan kerukunan, justru malah menjadi justifikasi untuk mempersulit, untuk tidak mengatakan memustahilkan, pendirian rumah ibadah kaum minoritas??

Wednesday, August 29, 2007

Kebahagiaan Dunia

Hari ini ikut taushiyah di mesjid kantor. Ceramahnya agak santai dengan ide ceramahnya yang dalam namun dibawakan dengan penuh senda dan gurau. Intinya adalah tafsiran ulama tentang "...fiddunyaa hasanat(h)..." atau kebaikan di dunia.

Menurutnya ada beberapa unsur yang akan memberikan "kebahagiaan dunia", yaitu:
1. Qolbun Syaakiruun - Hati yang selalu bersyukur
2. Zaujun Shoolihun - Pasangan yang shaleh/shaleha
3. Awladun abroorun - Anak-anak yang baik
4. Bi'atun Shoolihatun - Lingkungan yang kondusif
5. Maalun Halaalun - Harta yang halal
6. Umrun Barakatun - Umur yang berkah

Sudahkah kita memiliki kebahagiaan dunia??

Tuesday, August 28, 2007

Berlaku Baik

Aku bosan selalu berbuat baik
Kenapa?
Karena suatu alasan
Berbuat baik ko’ bosan?
Kamu tak akan pernah mengerti.
Makanya kamu jelaskan kenapa?
Pasti kamu juga akan tertawa mendengarnya.
Tapi bukankah kita memang seharusnya selalu berbuat baik?
Itu aku tahu.
Lalu kenapa kamu malah bosan.
Lebih tepatnya bukan bosan.
Lalu apa?
Lelah.
Lelah kenapa?
Yah karena suatu alasan.
Alasannya apa?
Sekali lagi, kamu tak akan pernah memahaminya.
Bukankah berbuat baik itu nanti akan menghasilkan buahnya?
Kamu tak usah mengajarkan aku soal itu.
Lalu kenapa kamu bosan dan lelah untuk berbuat baik?
Karena alasan yang tak akan kamu mengerti.
Alasannya apa?
Kamu tak akan bisa memahaminya, percuma.
Kamu tak pernah menjelsakan padaku. Mana mungkin aku bisa mengerti dan paham?

Karena aku akan merasa terpuruk dan hina jika sedikit berbuat salah. Dan aku malu untuk meminta maaf, karena meminta maaf bukan kebiasaanku.

Susu Tak Lagi Bersahabat

“Saya lagi Kesal, Bang” saya mengawali pembicaraan di atas sepeda motor kepunyaan Ivan.
“Jadi mau curhat?” Ivan menjawab sambil mengurangi kecepatan sepeda motornya, ”Ya udah, hayo atuh didegerin”
“Serius ini, Bang”
“Iya. Kenapa?”

Sebelum bercerita, saya membenarkan posisi duduk terlebih dahulu. “Sampeyan kenal Eti kan, Bang?”
“ Eti anaknya Mpo Jujum?” Ivan memastikan.
“Betul. Jadi ceritanya begini, beberapa hari yang lalu ia datang ke rumah, Bang”
“Tumben?”
“Ia datang untuk meminjam uang. Bayangkan coba Bang? Datang pertama kali ke rumah, sendirian, cuma untuk meminjam uang.”
“Saya pikir dia ngajak akhwat untuk dikenalkan sama kamu, Id. Lagian pasti banyak temanmu yang kasihan melihatmu yang sampai sekarang belum juga punya calon, Id.”
“Hus, usil banget sih sampeyan, Bang. Sampeyan kayak udah punya calon aja! Ingat umur, Bang.”
“Iya…iya….maaf, ceritanya teruskan deh”

“Sampeyan tahu dia mau pinjam uang karena apa?”
“Mana saya tahu, Id. Wong kamu belum bicara”
“Dia pinjam uang untuk anaknya.”
“Memang anaknya kenapa, Id? Sakit?”
“Bukan, Bang”
“Lalu kenapa?””Anaknya sudah lama tidak minum susu.”
“Apa?”
“Anaknya yang masih balita sudah hampir tidak pernah minum susu.”
“Lalu kamu meminjamkannya?”
“Iya. Saya tidak tega membiarkan anak balitanya tidak minum susu. Apalagi suaminya yang kerjanya serabutan pulangnya tiga hari sekali.”
“Bagus dong kalau begitu.”
“Apanya yang bagus?”
“Ya itu tadi, kamu mau meminjamkan uangmu untuk anaknya beli susu. Kan memang susu lagi mahal, Id. Susu sudah tidak bersahabat lagi dengan orang-orang miskin. Entah siapa yang tega-tega menaikkan harga susu sehingga malambung tinggi. Kamu memang baik, Id”

“Tapi aku kesal, Bang”
“Loh kesal kenapa?”
“Sampai sekarang si Eti belum mengganti uang saya 50 ribu”

Ivan lalu menghentikan motornya. Lalu membalikkan badanya. Dan mengatakan “DASAR!” sambil menempeleng kepala saya. Lalu kembali berjalan kembali.

Tuesday, August 14, 2007

GAM, D.I. Aceh, dan NKRI dalam "Nasionalisme"

Kembali penurunan bendera merah putih diturunkan oleh orang tak dikenal di Lhoksumawe. Ada 100 lebih bendera merah putih yang sengaja dikibarkan oleh penduduk lhoksumawe di rumah-rumahnya dalam rangka persiapan memperingati hari kemerdekaan, namun oleh orang-orang yang tidak dikenal bendera merah putih yang lebih dari 100 bendera sengaja diturunkan pada malam dini hari kemarin.

Berita di atas saya lihat di Headline News, Metro TV. Ini seperti suatu bukti bahwa masih banyak gerakan-gerakan separatis di Indonesia saat ini, tidak terkecuali di Lhoksumawe, D.I. Aceh. Seperti sudah kita ketahui dahulu di Daerah Istimewa Aceh ada gerakan separatis yang bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang mempunyai misi merdeka atau lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Namun itu (tampaknya/kelihatannya) sudah selesai. GAM dan pihak RI sudah melakukan negosiasi perdamaian melalui Perjanjian Helsinki. Dan sekarang, memang sudah dapat kita lihat, D.I. Aceh sudah jauh lebih aman (walaupun saya masih ragu). Tapi kita sama-sama optimis bahwa NKRI harus benar-benar terjaga. Namun optimisme kita ini sudah seharusnya diimbangi dengan pelayanan pihak pusat dalam mengayomi atau memaksimalkan otonomi daerah kepada daerah-daerah di luarnya. Wah maaf, saya sok tahu soal ini!

Kita kembali ke berita penurunan bendera. Belum lama ini, kita ketahui lewat berita, GAM ingin membentuk suatu partai lokal. Jika membentuk partai lokal, saya pikir, itu adalah hak demokratis seseorang atau golongan. Dan itu sah. Itu adalah bukti demokrasi. Namun yang jadi permasalahan adalah nama dan bendera yang digunakan. Mereka menamakan partainya dengan GAM dengan bendera kebanggaannya sebagai identitas partainya.

Memang memberikan nama suatu partai, juga, adalah hak demokrasi suatu golongan. Namun jika pemberian nama itu bertendensi pada suatu yang sensitif baik pada tingkat lokal maupun tingkat nasional, wajar jika hal itu harus dihentikan. Gerakan Aceh Merdeka adalah suatu nama yang sangat sensitif bagi NKRI. Jadi menurut saya sudah seharusnya nama itu tidak dipakai untuk suatu partai lokal. Dan sepertinya NKRI juga sudah memperingati mantan para punggawa GAM yang ingin membentuk partai lokal itu, seperti banyak berita yang kita telah dengar. Jadi kira-kira apa yang bagus namanya yah??

Kalau pernyataan saya di atas kita hubungkan pada berita di Headline News, Metro TV. Sepertinya ada kekecewaan dari mantan punggawa dan masyarakat yang beridealisasi GAM terhadap banyaknya komentar yang mendiskreditkan mereka dalam pemberian nama partai lokal yang ingin mereka dirikan. Sehingga mereka merasa marah dan berang karena idelisme mereka ditentang, padahal menurut mereka hanya ingin membentuk partai lokal saja bukan memisahkan dari NKRI dan membentuk negara baru. Akhirnya terjadilah kejadian pembunuhan nasionalisme lewat tindakan penurunan bendera merah putih secara sembunyi-sembunyi.

“Pembunuhan Nasionalisme”! itu sih sebjektif banget yah. Padahal orang-orang yang setia dan siap mati pada idealisme golongannya adalah bentuk lain dari “Nasionalisme” yang kuat, walaupun sifatnya parsial (atau dalam konteks ini disebut – kedaerahan). Ah saya sok tahu lagi. Tapi bagaimana menurut kalian tentang berita di atas?

Thursday, August 2, 2007

Ungu : Ingin Surga, Tanam Ikhlas

”Mampukah kau untuk berbagi tanpa hasrat ingin diberi…”. Sengaja saya tempatkan potongan syair soundtrack sinetron ‘Soleha’ yang didendangkan oleh kelompok band ngetop saat ini, Ungu. Karena kata-katanya dalem banget.

Saya tertarik sekali membicarakan group band Ungu sebagai penyanyinya. Ungu adalah adalah salah satu kelompok band populer di Indonesia. Memang Ungu bukanlah Dewa dengan ke-Idealis-Teokratis-nya. Ungu bukanlah Letto dengan syairnya yang syarat Puitis-Dialektis. Dan juga bukan Nidji dengan stylenya yang mirip-mirip grup band luar. Ungu adalah Band ”biasa” namun tetap bisa menjaga tingkat popularitasnya, mungkin dengan menjual titel ”biasa”-nya itu.

Beberapa waktu yang lalu sempat tersebar kabar bahwa Ungu adalah band Setan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya dua tanduk dan sedikit ekor pada huruf ”g” dalam kata ungu. Hal ini tentu saja menimbulkan banyak kontroversi. Bahkan banyak sekali yang menyetujui secara buta tuduhan ini. Namun mereka yang setuju, tidak hanya asal bicara. Mereka merasa ada kaitan antara isu tersebut dengan banyaknya korban yang meninggal ketika menonton grup band kenamaan ini. Ah ada-ada saja...!

Namun seiring waktu, isu itu akhirnya redup dengan sendirinya. Entah mungkin karena sempat digundulinya Pasha sang vokalis sebagai wejangan buang sial? Ah saya tidak mau terlalu serius menanggapi hal klenik seperti ini.

Setelah sempat menyayikan soundtracknya film coklat strawbery, band ini kembali menjadi pedendang soundtrack salah satu sinetron di TV. Ikhlas adalah judul lagu soundtrack sinetron SOLEHA. Memang lagu ini bukan sebagai lagu pertama Ungu yang berjender Religi. Karena tahun lalu mereka sempat mengeluarkan album untuk memeriahkan Bulan Suci Ramadhan yang beraliran religius.

Ini membuktikan bahwa hal-hal klenik tidak harus kita tanggapi dengan serius. Apalagi kalau kita mau sedikit memikirkan isi dari lirik lagunya IKHLAS - OST SOLEHA

-----------------

saat dunia berhenti berputar saat manusia tak sanggup lagi berharap ketika mentari tak sanggup lagi berjanji menyinari dunia yang tlah kau singgahi mampukah kau untuk berbagi tanpa hasrat ingin diberi dihadapanNya...dihadapanNya…
ya Allah sesungguhnya manusia tak kan bisa menikmati surga tanpa ikhlas di hatinya sesungguhnya manusia tak kan bisa menyentuh nikmatNya tanpa tulus dihatinya

----------------------

Bagaimana menurutmu liriknya? Apkah kita semua sudah ikhlas sehingga mau masuk surganya Gusti Alloh.