Monday, January 28, 2008

Aliran (sesat)

Seorang yang sudah saya anggap seperi orang tua saya sendiri suatu saat datang menghampiri saya. Dari mulutnya saya mendengar sebuah pertanyaan yang sangat tidak terduga. Dia menanyakan tentang bagaimana menyikapi terhadap banyaknya aliran-aliran yang muncul saat ini. Dia merasa tidak nyaman dengan peristiwa ini. Pertanyaan yang sebenarnya juga pernah mengusik ketenangan dalam diri saya.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sekarang ini banyak sekali aliran-aliran yang bermunculan. Dari alilran yang menganggap suci kalangannya sendiri sampai aliran yang mengatakan ada nabi terakhir setelah nabi Muhammad. Dan aliran-airan itu masih menganggap bahwa aliran-aliran mereka masih dalam koridor agama Islam..

Pertanyaan dari orang tua saya itu memang sangat diwajarkan. Namun saya mengerti bahwa orang tua saya itu merasa tidak nyaman bukan dengan munculnya aliran-aliran itu -walaupun munculnya aliran-aliran itu juga harus menjadi koreksi bagi keberagamaan kita-, tetapi dengan banyaknya reaktif yang berlebihan dari masyarakat islam. Beliau tidak merasa nyaman dengan adaya kekerasan dan pertengkaran antar muslim akibat terciptanya perbedaan.

Pertanyaan itu memang harus kita pikirkan. Dan memang seharusnya membuat kita tidak merasa nyaman. Kalau saja yang bertengkar itu pernah menghayati sebuah hadis yang memiliki isi bahwa sayangilah saudaramu sepeti kamu menyayangi dirimu sendiri, pertengkaran dan keonaran seharusnya tidak pernah terjadi. Namun sayang yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka masih sangat menyayangi diri dan golongan mereka sendiri dari pada harus berbagi kasih sayang dengan yang lain. Dalam kaitannya di sini, kita jangan mengartikan Saudara itu hanya teman seliran atau seagama, namun lebih dari itu. Kita hidup di dunia ini semuanya bersaudara.

Apakah ibadah vertikal atau ibadah horizontal kita menjadi terganggu dengan adanya alliran-alliran itu. Disaat dia tidak mengganggu kegiatan shalat kita, puasa kita, atau malah ikut bergotong royong membangun sebuah rumah ibadah atau jembatan, apa yang dapat membuat kita merasa tidak nyaman dengan munculnya aliran-aliran itu. Rasa tidak nyaman itu yang menurut saya adalah reaktif yang berlebihan.

Allah saja pernah berkata bahwa Dia memang menghendaki adanya perbedaan di dunia ini. Mengapa kita tidak ridho, dan malah melawan, atas kehendak Allah. Seharusnya kita yakin bahwa perbedaan itu adalah semata-mata untuk fastabiqul khoiraat atau suatu ajang lomba dalam memperbanyak kebaikan-kebaikan. Sikap inilah yang seharusnya ditonjolkan, bukan sikap fastabiqul sayyiat (istilah penulis sendiri) atau berlomba-lomba untuk saling mengkasari dan saling memfatwakan sesat atas aliran yang lain.

Saya sempat menjawab pada orang tua saya bahwa yang penting itu Quu Anfusakum Wa Ahliikum Naaro atau menjaga diri kita dan keluarga kita untuk selalu berada dalam jalan yang kita anggap adalah yang terbaik dan benar. Maksudnya adalah seharusnya kita rajin-rajn membentengi aqidah dan keyakinan kita serta anak-anak dan saudara kita dengan ajaran-ajaran quran dan hadis yang kita anggap terbaik dan benar. Kita tidak perlu merasa tidak nyaman dengan adanya aliran diluar kepercayaan kita.

Yang penting itu adalah penanaman aqidah dan kepercayaan dari internal pribadi dan internal lingkungan terdekat. Dengan bekal itu, banyaknya aliran yang muncul dengan berbagai cara “merketing”-nya tidak akan membuat kita merasa terganggu karena aqidah kita dan keluarga kita telah terbentengi. Bahkan kita bisa lebih bijak lagi dalam menyikapi perbedan yang ada.

Tapi saya tidak memungkiri dan melarang orang lain, juga kepada orang tua saya, untuk merasa tidak nyaman dengan banyaknya aliran-aliran yang muncul atau dengan sikap kasar antar muslim sendiri. Hidup itu adalah pilihan. Tergantung mana atau apa yang kita pilih. Yang pasti atau seharusnya adalah kita selalu merasa tenang dalam beragama. Karena tenang dalam beragama akan membawa kita pada pengenalan arti hidup yang sejati.

No comments: