Monday, January 28, 2008

Pesta Kesombongan

Kemarin saya ikut sebuah pesta pernikahan seorang *teman masa sekolah dulu. Sebuah perayaan sederhana dengan menu ketupat sayur dan sate ayam. Namun yang hadir di sana tidak sesederhana pergelaran pestanya. Pakaian bermerek asing, kendaraan-kendaraan keluaran terbaru, kilauan-kilauan emas yang sengaja menempel dan menggantung, serta yang tak kalah pentingnya adalah ucapan-ucapan penuh kesombongan dan pamer kepintaran. Mungkin, secara tak sadar saat itu, tidak terkecuali dengan saya.


Pesta itu secara tidak langsung memang mengumpulkan teman-teman lama saya yang telah lama sekali tidak saling bertemu. Pertemuan, kata banyak orang, adalah suatu yang sangat menyenangkan. Namun tidak dengan saya. Saya begitu terbebani dengan pertemuan. Karena kita memang sudah lama tidak saling bertemu -dan ini yang sangat saya tidak suka- tanya jawab tentang segala hal, seperti pacar, pernikahan, karier, atau pekerjaan.


Ketidaksukaan saya, mungkin, karena saya sejatinya adalah orang yang tidak suka banyak bicara. Tapi, juga, saya adalah seorang yang tidak ingin membuat orang lain tidak nyaman karena saya. Akhirnya saya pun, sama dengan yang lain, menjawab atas pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan saya. Cerita-cerita akhirnya keluar dari mulut saya. Sampai akhirnya saya merasa seperti yang terhebat saat itu. Mungkin sama dengan teman-teman yang lain ketika bercerita. Aroma saling pamer dan kesombongan mulai tampak.


Setelah selesai pesta, saya tak kuasa mengingat-ingat apa yang telah saya ceritakan kepada teman-teman. Ingatan itu hadir karena memang pada dasarnya saya tidak suka banyak bicara dan banyak cerita. Ingatan yang pada akhirnya saya sadari seperti suatu kesombongan. Ternyata saya termasuk orang yang sombong. Kalau pamer materi mungkin kesombongan yang bisa dipahami, namun jika kesombongan dalam bentuk ucapan-ucapan membanggakan diri, atau seolah-olah membanggakan diri, adalah tingkah laku yang konyol dan tidak baik. Mungkin saat pesta itu teman-teman saya mengira bahwa saya hebat, sukses, atau luar biasa. Namun sejatinya saya adalah sebaliknya. Yang saya tahu, malam ini saya sadar dan menyadari bahwa saya tidak sehebat yang mereka kira. Saya bukan orang yang sukses seperti yang mereka kira. Atau saya bukan orang yang luar biasa seperti yang mereka lihat.


Ah, kalau saja mereka mengartikan hebat, sukses, atau luar biasa tidak dengan banyaknya materi atau tingginya jabatan, tetapi dengan sebuah keberhasilan meraih kedewasaan ruhiyah atau batin. Mereka pasti setuju dengan pendapat saya, bahwa saya masih sangat jauh dari itu semua. Dan mungkin juga mereka. Namun sangat manusiawi jika penilaian seseorang terhadap orang lain adalah karena apa yang telah ia lihat atau dengar. Terakhir, saya mau minta maaf pada Allah, kalau menurutnya pula saya adalah orang yang sombong.


*Selamat untuk Jazuli dan istri

No comments: