Thursday, March 8, 2007

Paradoks Keridhoan (2)

Disaat sedang bekerja, atasan saya sengaja menghampiri saya. Sebetulnya ia hanya ingin meng-copy file musik Ebiet G. Ade di dokumen saya. Namun ditengah proses salinan dari perangkat komputer saya ke tempat penyimpanan atasan saya itu, tiba-tiba, tanpa ada suatu alasan memulai, ia berkata ‘dengan adanya asuransi, membuat orang tidak ridho, bener ga’?’. Dia nampak membuat pernyataan namun tetap bertanya, untuk meyakinkan mungkin. Tapi sepertinya ia mencoba mengajak saya berdiskusi tentang hal itu.

Sebenarnya saya tidak begitu paham akan maksud pernyataan atau pertanyaannya itu. Apakah ia ingin membahas suatu sistem asuransi dalam islam atau ingin membahas salah satu sikap bermoral di mata tuhan dan manusia, yaitu ridho. Dengan ketidak-tahuan saya akan maksudnya, saya lalu menjawab ‘sebenarnya paradigma kita harus tepat tentang makna ridho’.

Apakah ridho, semata-mata hanya menerima begitu saja. Terima apa saja yang sudah menjadi takdirnya. Sebuah sifat fatalistik yang menyerahkan semuanya dan menerimanya atas nama takdir atau nasib.

Saya cuma mau mengibaratkan asuransi itu seperti polisi. Jadi disaat barang kita dicuri, misalnya, apakah jika kita melapor ke polisi atas kehilangan akibat pencurian itu berarti kita tidak ridho.

Ah, wallahualam….

No comments: