Monday, April 23, 2007

Wallhu a'lam : Sebuah Bukti Kelemahan Manusia

Kemarin malam, kami, Saya, Ivan, Yomi, dan Ubay, menghadiri undangan muludan Kanjeng Nabi di RW 5. Kami merupakan perwakilan dari remaja mushallah Assyatiriyah, yang ada persis di sebelah rumah saya. Seperti biasa pada hari-hari besar Islam, remaja mushalah atau masjid di sekitar kelurahan kami, selalu mengadakan sebuah “perayaan”. Dan tidak lupa, saling mengundang antara remaja mushalah atau mesjid di sekitar Kelurahan.

Kemarin malam, saatnya kami bertandang ke RW 5, tempatnya remaja mushalah Darul Arqam. Dalam undagannya tertulis bahwa pengisi ceramahnya adalah Habib terkenal di sekitar kelurahan kami. Oleh karena itu, Yomi dan Ubay sangat interest dan memaksa ikut untuk menghadiri undangn tersebut. Padahal kami telah memiliki sebuah konvesi bahwa pada undangan kali ini, yang datang adalah saya dan Ivan. Karena Ubay dan Yomi juga harus menghadiri undangn acara muludan di daerah Kebayoran Lama, yang kebetulan berbarengan. Namun karena mereka memaksa untuk ikut mengikuti acara di Mushallah Darul Arqam di RW 5, maka dengan berat hati formasi dirubah. Kami berempat ke RW 5 sedangan Ade, Roni, dan Dimas pergi menunaikan undangan di Kebayoran Lama.

Setelah bebrapa saat kemudian.

“…….., Inilah dia al mukarom wal muhtarom Habiibina, Habib Rojik al indonisiy….. Kepadanya kami persilahkan” begitu lantang sang MC memperkenalkan penceramah yang memang telah kondang di kelurhan kami, bahkan namanya telah dikenal sampai di luar puau Jawa. Beliau sering kali mendapat “orderan” ke luar Pulau Jawa, terutama sering ke Sumatera. Memang, gosipnya, ada paman beliau yang hidup dan tinggal di sana.

Akhirnya naiklah sang habib itu. Terlihat para undangan begitu antusias. Banyak suara-suara takbir menggema saling bersahutan, “Allahu akbar……Alahu akbar……..”. Malah saya lihat ada yang sampai tidak dapt menahan deraian air matanya. Padahal beliau belum berceramah. Dalam hati saya hanya bergumam begitu besar dan muliakah dia, sehingga patut untuk ditangisi???

Habib yang satu ini tekenal dengan ceramahnya yang sangat lantang. Sehingga ia dikenal dengan Habib Jenggot Pedang. Kebetulan memang ia berjenggot lebat dan sangat lancip mirip kelancipan pedang. Namun sebenarnya, menurut saya, di sebut demikian karena dari mulutnya yang berkumis, saat ia bicara, selalu mengeluarkan kata-kata yang sangat tajam bagaikan pedang. Apalagi tehadap, yang ia anggap, orang-orang sesat.

Cermahnya, pertama-tama, masih sangat relevan dengan acaranya, yaitu mencari makna di balik peristiwa-peristiwa kelahiran Kanjeng Nabi. Namun setelah beberapa lama, dan ketika suasana sudah mulai hangat dengan suara-suaranya yang semakin malam semakin keras dan menggetarkan, mulailah kata-kata tajamnya keluar dari mulutnya.

“…….mereka itulah orang-orang yang selalu berpikir dengan rasional, mereka adalah orang-orang yang bodoh karena ke-liberalannya dalam membuat suatu hukum. Orang-orang yang hanya bisa mendekonstruksi hukum Tuhan, Mereka-mereka adalah orang-orang sesat….. maka kita harus memerangi orang-orang seperti ini. Darah mereka halal untuk dikucurkan, karena mereka sesat dan telah murtad.” Lalu tiba-tiba banyak sekali orang-orang yang saling bertakbir, “Allahu Akbar…..Allahu Akbar……..”

Setelah beberapa saat, sang Habib menutup ceramahnya……

“……….. kurang lebihnya saya meminta maaf, karena kesalahan adalah milik manusia dan kebenaran hanyalah milik tuhan. Wallahu a’lam Bishshawab. Wal ‘afwu minku, Wassalamu ‘alaikum wa rahatullahi wabarakatuh.” Dan acara akhirya berakhir.

Dalam perjalanan pulang saya bertanya kepada Ivan, “Bang, habib Rojik itu keras banget yah pendapatnya? Menurut sampeyan gimana, Bang?”

“Kontradiksi” Ivan menjawab dengan sangat santai.
“Hah? Maksud sampeyan dengan kontradiksi itu apa, Bang?
“Padahal dia tahu kekurangan dia sebagai manusia dan bahwa cuma Gusti Alloh yang tahu segalanya. Namun tetap saja dia seenaknya menilai orang lain sesat dan murtad.”

Saya sedkit mengernyitkan dahi tanda berpikir. Berpikir untuk mengerti maksud dari perkataan Ivan tadi. Dan akhirnya, “oh…….., iya yah.” Dan ahirnya kami melanjutkan perjalanan pulang ke rumah kami masing-masing.

No comments: