Tuesday, May 29, 2007

Ubay Memilih Etika Epikuros dari Pada Aristoteles

Kemarin sore, saya dan Ivan, pergi ke rumah Ubay. Kami pergi ke sana ingin menanyakan kenapa saat dia dicalonkan untuk menjadi ketua Forum Mushallah Assyatiriyyah, dia malah mengundurkan diri. Padahal ia adalah salah satu kandidat kuat. Tapi itulah Ubay. Entah apa yang ia pikirkan. Padahal orang banyak yang mau jadi pemimpin, eh, dia malah mengundurkan diri.

“Bay, kenapa sampeyan mengundurkan diri dari pemlihan ketua kemarin?” Saya tanyakan soal kejadian kemarin padanya.

“Ga kenapa-napa ko, Id”
“Bener?”
“Iya. Bener ko”
“Tapi bukannya sebelum ada pemilihan, sampeyan semangat banget mau jadi ketua mushallah?”
“Sudahlah. Jangan dibahas lagi ya, Id?”

“Bay, kami ke sini justru mau menanyakan alasannya” Ivan Menegaskan kedatangannya.

“Bukan masalah besar ko, Van”
“Terus masalahnya apa dong?”
“Ane cuma mau tenang aja ngejalanin hidup,” Ubay menjawab. “Menurut ane, kalau kita sudah terbebani sama sesuatu, pasti itu akan mengusik ketenangan batin. Dan akhirnya kenikmatan hidup jadi terhalangi deh.”

Mendengar jawaban jujur dan sangat memelas dari Ubay, Ivan malah tersenyum seperti ada sesuatu yang lucu yang sedang ia pikirkan.

“Kamu kaya pengikutnya ‘Epikureanisme’ aja, Bay.” Ivan akhirnya mengeluarkan pengetahuan berfilsafatnya.

Saya dan Ubay agak bingung dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Ivan. Memang Ivan adalah teman kami yang sangat suka sekali membaca buku-buku filsafat. Di rumahnya banyak sekali buku-buku filsafat, baik filsafat barat maupun filsafat islam.

“Maksud ente apa, Van?” Ubay minta penjelasan.
“Iya. Epi….. ku ….. rea…nisme itu apa, Bang?”saya bingung dan juga minta penjelasan pada Ivan.

“Ya, itu tadi. Apa yang tadi kamu bilang, Bay. Bahwa kebahagiaan dunia adalah suatu kenikmatan. Dan untuk meraihnya sebisa mungkin kita menarik diri dari berorganisasi atau malah menarik diri ketika telah dicalonkan menjadi ketua organisasi.”

“Epikuros-lah yang membawa aliran itu. Aliran itu datang pada masa sebelum pra-sokratik,” Ivan sedikit menceritakan sejarahnya. “Nah Bay, masa’ mental kamu mau kembali lagi ke masa itu? Masa Pra-Sokratik sekitar 300-an Sebelum Masehi loh.”

“Kayak aliran sufi yah, Bang.” Saya bertanya pada Ivan.

“Memang sekilas seperti ajaran tasawuf yang diusung oleh para sufi. Tapi sejatinya sangatlah berbeda. Epikuros sangat berbeda sekali dengan para sufi ketika berbicara tentang Tuhan. Tapi Itu tidak terlalu pentinglah untuk dibahas dalam masalah ini. Pada dasarnya yang menjadi perhatian atau inti ajaran yang dibawa oleh epikuros adalah masalah etika. Jadi lebih baik sekedar etika saja yang kita bahas.”

“Loh memang apa yang salah dari etika ane, Van?” Ubay bertanya.

“Dalam filsafat, apalagi pada sebuah filsafat etika, tidak ada yang salah atau disalahkan.”
“Kalau memang tidak ada yang salah, lalu kenapa pilihan etika ane diperdebatkan, malah seperti ente persalahkan, Van?”

“Sorry, kalau terkesan menyalahkan. Tapi, ada yang ingin saya tanyakan, Apakah suatu kebahagiaan yang menjamin ketenangan batin dapat sungguh-sungguh membahagiakan orang? Bukankah dalam pengalaman, orang akan berbahagia manakala ia berhasil membahagiakan orang lain, meskipun ia sendiri terkadang harus berkorban? Aristoteles pernah berkata, mungkin lebih tepatnya menyanggah, namun tidak menyalahkan, ajaran etika epikuros, ‘Kebahagiaan akan tercapai justru ketika kita peduli dan ambil bagian dalam hidup ber-polis’.” Ivan menjawab dengan sangat filosofis.

“Kalau begitu, berarti apa yang dikatakan oleh aristoteles sejalan dengan hadits nabi SAW yang mengatakan bahwa, ‘sebaik-baik manusia adalah manusia yang bisa bermanfaat untuk orang lain’” Saya bangga sekali menemukan kesimpulan yang saya pikir suatu kesimpulan yang sangat pandai.

“Tapi ane belum bisa kayaknya, Van. Ane belum bisa jadi ketua. Ane masih takut. Perasaan takut ini ga bisa hilang walaupun karena aristoteles telah menyanggah etika epikuros dan sejalan pula dengan hadits nabi SAW. Perasaan takut ini muncul begitu aja. Jadi, jangan salahin ane, kalau ane tetap tidak mau dipilih untuk jadi ketua mushalah yah…? Kan filsafat tidak saling menyalahkan.”

“hahahaha…….” Kami semua tertawa mendengar alasan yang memelas dari Ubay.

No comments: